Butuh bantuan?

Praktik Baik

Dari Wonosobo ke Banjarnegara, Para Guru Menggali Kekayaan Kurikulum Merdeka

17 Oktober 2024
Bagikan
Implementasi Kurikulum Merdeka dalam pembelajaran di sekolah dasar dan sekolah menengah memungkinkan para guru dan murid untuk bergerak lebih fleksibel. Dalam melakukan pembelajaran, guru dapat secara bebas mengeksplorasi gaya belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan minat para murid. Selain mempermudah guru dalam melakukan asesmen, pembelajaran yang berfokus pada murid juga memberikan keuntungan yang banyak bagi para murid, seperti halnya murid tidak mudah jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran. Melalui penerapan Kurikulum Merdeka, tidak jarang guru mengajak murid-muridnya untuk belajar di luar kelas, dan melakukan berbagai praktik serta observasi secara langsung di lingkungan masyarakatnya. 

Praktik mengajar ini juga diterapkan oleh salah seorang guru dari SD Negeri 2 Limbangan Wonosobo, Tri Susilowati. Melalui karyanya dalam Potret Cerita 2024 yang berjudul “Peneliti Hebat”, wali kelas 1 SD yang akrab disapa Bu Susi ini menceritakan tentang antusiasme murid-muridnya dalam melakukan pembelajaran di luar kelas. “Belajar bisa dari mana saja. Sekolah kami terletak di tengah kebun salak, untuk itu saya ajak mereka (murid-murid) untuk belajar langsung di kebun salak,” terang Bu Susi. 

Sebagai seorang guru tingkat sekolah dasar, Bu Susi dituntut untuk memiliki gaya mengajar yang menyenangkan agar murid-muridnya tidak mudah jenuh. Hal ini justru menjadi tantangan yang sangat menyenangkan bagi Bu Susi. Melalui mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, Bu Susi pernah mengajak murid-muridnya untuk datang langsung ke kebun salak untuk melihat proses penyerbukan tanaman salak secara langsung. 

Dalam kegiatan tersebut, Bu Susi meminta murid-muridnya untuk melakukan observasi dan membuat laporan singkat terkait dengan proses penyerbukan tanaman salak. Mereka juga diperkenankan untuk melakukan wawancara dengan para petani salak. Tugas dari Bu Susi ini disambut dengan antusias oleh para muridnya. Sembari mengawasi murid-muridnya yang sangat aktif melakukan observasi dan wawancara, Bu Susi juga memberikan penjelasan terkait dengan hal yang sedang mereka lakukan. 

Tidak berhenti sampai di sana, sebagai tindak lanjut dari pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tentang penyerbukan tanaman salak, Bu Susi memberikan tugas Matematika kepada para muridnya untuk membantu menghitung hasil panen salak para petani dan menghitung kenaikan atau penurunan hasil panen. Tugas dari Bu Susi ini mendapat sambutan antusias dari para murid. Bu Susi menyebutkan, dengan menerapkan metode pembelajaran tersebut, anak-anak akan lebih mudah dalam memahami materi dan pembelajaran menjadi lebih bermakna. 

Bukan Bu Susi namanya jika tidak memiliki seribu ide kreatif dalam mengajar. Selain memberikan materi yang menyenangkan melalui praktik, Bu Susi juga menggunakan media “sampah kemasan” sebagai alat untuk mengajar. Sebuah “sampah kemasan” yang kerap kali dianggap mengganggu dan tidak memiliki nilai guna ternyata bisa menjadi media pembelajaran bagi para murid. Bu Susi dengan kreativitas yang tidak pernah usai mengajak para muridnya untuk belajar mencermati dan menganalisis melalui komposisi bahan yang tertera dalam plastik kemasan tersebut. Ia juga memberikan penjelasan kepada para muridnya terkait dengan komposisi dan kandungan yang terdapat di dalamnya. Tanpa disadari, materi dan penjelasan yang disampaikan Bu Susi tersebut justru diserap dengan baik oleh para muridnya dan menjadi ilmu yang mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

“Setiap kali mereka (murid-murid) membeli jajan, mereka selalu melapor kepada saya terkait dengan komposisi atau kandungan yang ada pada makanan tersebut. Tanpa saya sadari, mereka menjadi pribadi yang bisa menganalisis dan kritis terhadap sesuatu,” terang Bu Susi penuh rasa bangga terhadap pencapaian murid-muridnya. 

Ia bahkan tidak menyangka bahwa kreativitasnya dalam menyampaikan materi tersebut ternyata begitu bermakna dan menyenangkan bagi murid-muridnya. Melalui kebebasan mengajar yang digalakkan oleh Kurikulum Merdeka ini Bu Susi semakin menyadari bahwa semua hal atau benda bisa menjadi sebuah ilmu yang bermakna dan ilmu bisa kita peroleh dari mana saja.

Selain Bu Susi, seorang guru inspiratif dari SMP Negeri 1 Purwanegara Banjarnegara juga menceritakan kisah inspiratifnya melalui karyanya dalam Potret Cerita 2024 yang berjudul “Prasmanan Bakso dan Stupa Prestasi”. Ibu Fajriyatun atau yang akrab disapa Bu Fajrin yang merupakan guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tersebut juga menyampaikan materi pembelajaran dengan sangat kreatif. Berawal dari keresahannya karena banyaknya murid yang jenuh dengan pelajaran tersebut, Bu Fajrin memutar otak untuk menemukan gaya belajar yang menyenangkan dan berkesan. Melalui berbagai brainstorming dilakukan, ia menemukan ide bertajuk “Prasmanan Bakso dan Stupa Prestasi” sebagai media untuk asesmen formatif mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

“Ide saya berawal dari sebuah prasmanan yang artinya mengambil sendiri. Sementara itu bakso artinya tebak soal. Bakso sendiri sebenarnya identik dengan mangkok. Mulai dari sana, saya browsing gambar mangkok bakso yang ikonik lalu saya cetak dan potong sesuai bentuknya. Saya menempel potongan mangkok-mangkok tersebut di kertas manila. Kemudian pada mangkok tersebut saya selipkan dengan soal yang saya buat. Saya membuat berbagai soal dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda untuk mengukur tingkat pemahaman murid mengenai materi kedatangan bangsa barat di Indonesia.” terang Bu Fajrin memberikan gambaran singkat terkait dengan media “Prasmanan Bakso dan Stupa Prestasi”. 

Dalam pembelajaran tersebut, gambar mangkok bakso yang ditempel pada sebuah kertas manila diselipkan dengan berbagai kertas soal. Para murid dibebaskan untuk memilih mangkok bakso yang mereka kehendaki. Setelah memilih mangkok, mereka harus menjawab soal yang tercantum pada kertas tersebut. Setelah menjawab pertanyaan secara lisan di hadapan Bu Fajrin, sebagai apresiasi, Bu Fajrin akan memberikan sebuah bendera kepada murid-muridnya untuk diletakkan di “Stupa Prestasi”. Murid yang menjawab dengan benar akan mendapatkan bendera dengan magnet positif, sehingga bendera tersebut akan dapat menempel sempurna pada stupa tersebut. Sementara itu, murid yang jawabannya belum benar akan mendapat bendera dengan magnet negatif, sehingga tidak akan bisa menempel di “Stupa Prestasi” tersebut. 

Media pembelajaran ini mengharuskan para murid untuk saling membantu dan berdiskusi. Mereka akan berbagi materi baru yang mereka dapat. Apabila terdapat murid yang jawabannya kurang tepat, maka ia diperkenankan untuk berdiskusi dengan teman-temannya untuk mendapatkan jawaban yang tepat. Pada asesmen formatif ini Bu Fajrin menekankan pada pemberian umpan balik dan refleksi terhadap kesulitan yang dihadapi oleh murid-muridnya. Tanpa disadari, ternyata ada hal lain juga yang diperoleh melalui asesmen formatif ini, yaitu berkolaborasi, berbagi, dan muncul kepedulian terhadap teman yang belum bisa mengerjakan soal. Simak selengkapnya keseruan asesmen formatif Bu Fajrin melalui tautan berikut https://feskurmer.kemdikbud.go.id/kategori/pendidik-dan-tenaga-kependidikan/fajriyatun-s-pd 

Melalui kisah inspiratif Bu Fajrin dan Bu Susi tentu ada banyak nilai moral yang bisa diperoleh. Salah satunya pemahaman bahwa pembelajaran yang bermakna bisa diperoleh dengan cara yang menyenangkan. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan anak-anak dalam belajar tentu akan mengalami perubahan yang dinamis. Untuk itu, memberikan pembelajaran yang berfokus dan sesuai dengan kebutuhan anak sangatlah diperlukan. Kesadaran tentang kebebasan dan keluwesan dalam belajar juga harus ditumbuhkan. Melalui Kurikulum Merdeka, mari bergerak bersama untuk meningkatkan kualitas layanan pembelajaran yang berkelanjutan. 

Bagikan